Strategi Pembangunan Kewilayahan Terintegrasi Di Jawa Timur

“Salah satu topik penting dalam kajian pembangunan saat ini adalah dampak pembangunan yang cukup pesat. selama beberapa puluh tahun, Indonesia dan Jawa Timur arah dan strateginya lebih kepada pendekatan sektoral (sectoral approach). Salah satu konsekuensinya adalah kesenjangan kewilayahan. Terdapat disparitas atau kesenjangan pembangunan antara pulau Jawa  dengan luar pulau Jawa. Maka, tantangan pembangunan masa depan harus menjawab kesenjangan social, ekonomi, budaya dan politik di Masyarakat. Dibutuhkan pendekatan yang lebih adil yaitu pendekatan kewilayahan. Pendekatan kewilayahan (spatial policy) ialah pendekatan yang mengedepankan karasterisktik geografis dan meletakkan wilayah wilayah secara adil, bahwa setiap wilayah tidak boleh tertinggal terlalu jauh terhadap akses pembangunan, akses infrastruktur, akses perhubungan dan fasilitas public.”

m.Mas’ud Said

(Direktur Pascasarjana UNISMA dan Dewan Pakar Pemerintah Provinsi Jawa Timur)

 

Kesenjangan pembangunan antar wilayah yang cukup pesat akan berdampak secara social ekonomi dan akan melahirkan masalah baru terutama kelompok masyarakat yang belum mampu mengakses hasil-hasil pembangunan di wilayah. Sejak diberlakukannya otonomi daerah tahun 2000, sebagai penerapan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, ini merupakan salah satu bentuk upaya Pemerintah Pusat dalam menyelesaiakan berbagai masalah kesenjangan sosial dalam suatu payung hukum.  Di tahun 2014 Pemerintah Pusat melalui Undang-Undang Pemerintah Daerah Nomor 23 Tahun 2014 mendesain skenario kebijakan yang lebih menitikberatkan pada kemandirian daerah dalam mengelola dan mengembangkan aspek pembangunan wilayah utamanya dalam menyikapi perubahan kewenangan yang terdisribusi kepada Pemerintah Daerah.

Secara empiris, Indoesia dan Jawa Timur memiliki orientasi  strateginya lebih kepada selama beberapa puluh tahun, Indonesia dan Jawa Timur arah dan strateginya lebih kepada pendekatan sektoral (sectoral approach). Salah satu konsekuensinya terjadi adalah kesenjangan kewilayahan. Terdapat disparitas atau kesenjangan pembangunan antara pulau Jawa dengan wilayah pulau pulau Sumatra, Kalimantan, Papua, Maluku, NTT, NTB dan pulau Sulawesi. Selanjutnya di pulau pulau atau di kota dan kabupaten disparitas social ekonomi. Oleh sebab itu, dibutuhkan pendekatan yang lebih adil yaitu pendekatan kewilayahan. Sejak Era Orde Baru, pembangunan bertumpu pada pembangunan sectoral yang mengedepankan pendekatan pembangunan kewilayahan dan focus perhatian pada wilayah tertinggal, terdalam, dan terluar

Dalam perencanaan jangka Panjang tertuang dalam dokumen RPJMN hal ini dikenal dengan frasa Membangun dari Daerah Pinggiran, memperkuat daerah dan desa dalam rangka percepatan daerah tertinggal. Pilihan pembangunan kewilayahan ini didorong oleh kenyataan bahwa daerah sebagian wilayah di Indonesia tidak Simetris, pilihan pembangunan wilayah ini didorong prinsip keadilan dan kesamarataan serta kepemilikan data bahwa telah terjadi ketimpangan yang cukup dalam antar berbagai wilayah dan berbagai kelompok, sehingga ketimpangan ini menjadi dampak yang penting  untuk dikaji secara berkesinambungan.

Jawa Timur merupakan daerah yang strategis, memiliki perangkat-perangkat yang memadai. Dengan menelisik karakteristik dasar tersebut berdasarkan data-data yang penulis ketahui dimana pada tahun ini masih banyak Perdesaan yang tingkat kemiskinannya lebih besar terutama di 10 daerah kabupaten dan kota, maka  penting untuk merumuskan strategi pembangunan dengan berbasis kewilayahan dengan harapan akan mempercepat pemerataan pembangunan dan mengurai ketimpangan  desa, kota, dan Daerah.

Dalam rapat paripurna dengan DPRD Provinsi Jawa Timur bersama Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Gubernur Jawa Timur mempresentasikan strategi capaian pembangunan melalui pendekatan kewilayahan (spatial policy). Seluruh jajaran DPRD pada prinsipnya menyetujui segala masukan, kritik dan gagasan yang konstruktif dalam pembangunan Provinsi Jawa Timur. Pendekatan kewilayahan (spatial policy) ialah pendekatan yang mengedepankan karasterisktik geografis dan meletakkan wilayah wilayah secara adil, bahwa setiap wilayah tidak boleh tertinggal terlalu jauh terhadap akses pembangunan,  

Seberapa penting pendekatan kewilayahan ini harus diwujudkan dalam suatu pembanguan di Jawa Timur? Karena Pertama, terjadi ketimpangan mendalam antar beberapa daerah di Jawa Timur. Akselerasi pusat pertumbuhan tidak akan terkerjar oleh daerah yang minim akses dan oleh sebab itu harus ada perhatian khusus bagi daerah tertinggal. Kata Prof Mardiasmo, untuk daerah maju. Kedua, Kenyataan bahwa Jawa Timur tidaklah simetris, kondisinya asimetris. Terdapat setidaknya 10 Kabupaten dan kota yang tegolong miskin, dan terdapat 100 an Kecamatan dan desa desa yang bisa menjadi fokus utama pengentasan  kemiskinan

Secara kalkulasi teoritik, setidaknya ada dua pendekatan pembangunan, pertama; Pembangunan Sektoral, pembangunan nasional yang dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan sectoral yang dilaksanakan di daerah. Kedua, Pembangunan Wilayah, Pembangunan berbasis kepulauan, perkotaan, perdesaan, Kawasan strategis, daerah terluar, dan tertinggal. Beberapa fokus dari tantangan strategi kewilayahan dan sectoral, antara lain adalah adanya ketimpangan antara Desa dan Kota. Data menunjukan bahwa tingkat kemiskinan berada diangka 10,85% , disisi lain Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berada diangka 70,27 %. Ini tergolong rendah dan perlu untuk diberikan sentuhan strategi secara sectoral. Penggangguran 3,99 %. Ada 10 Kabupaten miskin PDB Jawa Timur 60% (8 Kota/kabupaten) PDB JAtim 40% (30 Kabupaten/Kota). Maka, penting adanya optimasi dari berbagai akses keuangan, diantaranya Kementerian terkait seperti Kementerian Sosial, Pertanian, Kesehtan dan lain-lain, termasuk penguatan Anggaran Kabupaten dan Kota untuk menunjang strategi Kewilayahan.

Kunci sukses pendekatan pembangunan kewilayahan di Provinsi Jawa Timur prioritas strategis antara lain:

Pertama, Kuat dalam perencanaan kebijakan, penyusunan perencanaan pembangunan daerah dengan memadukan pendekatan teknokratis, demokratis, partisipatif, politis, bottom up dan top down process. Penyusunan ini bermakna bahwa perencanaan daerah selain memenuhi kaidah penyusunan rencana yang sistematis, terpadu, transparan dan akuntabel dan konsisten dengan rencana lain yang relevan, kepemilikan rencana (sense of ownership).

 Kedua, Kuat Dukungan Regulasi, Keterlibatan stakeholder organisasi masyarakat, Eksekutif, dan legislatif dalam proses pengambilan keputusan perencanaan menjadi sangat penting untuk memastikan rencana yang disusun mendapatkan dukungan optimal bagi implementasinya  

Ketiga, Prioritas Anggaran, positioning prioritas anggaran daerah sangat strategis, karena menjadi leading sector organisasi perangkat daerah dalam menjalankan roda pemerintahan disamping untuk pembiayaan lain yang dipandang khusus. Keuangan daerah yang cukup dan sehat akan memberi keleluasaan Kepala Daerah dan DPRD untuk mensukseskan visi, misi dan program-program utama pembangunan

Keempat, Kuat Kelembagaan dan Aparatur, pentingnya dukungan dari kelembagaan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lintas sectoral berbasis pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan antar sektoral, spasial, serta pelaku pembangunan antar daerah atau wilayah.

Kelima, Akses Program Kementerian, kontribusi PAD tahun 2020 di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia terhadap pendapatan daerah sekitar 26,49%. Kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah paling rendah kabupaten dengan rata-rata sebesar 12,81%. Sumber PAD terbesar di daerah berasal dari Pajak Daerah yang berkontribusi sebesar 71,64% (Kemenkeu, Republik Indonesia), maka dibutuhkan optimalisasi akses program dari kementerian untuk suksesnya strategi pembangunan kewilayahan.

Strategi Pembangunan Kewilayahan Terintegrasi Di Jawa Timur

Video Youtube Strategi Pembangunan Kewilayahan Terintegrasi Di Jawa Timur